BAGAI ANAK TIADA BERBUNDA
Saat Anak Berlaku Papa di Sekolah
Dia lagi.. Dia lagi.. Binaan Qur'anku yang satu ini baru saja bergabung 3 hari yang lalu. Binaanku yang sudah bergabung sejak 7 bulan yang lalu sudah berhasil 'kutundukkan'. Tapi yang satu ini, luar biasa. Mungkin karena baru, biasanya memang butuh waktu untuk melakukan penyesuaian diri dengan guru bimbingannya yang baru. Hm..
Akhirnya setelah tidak tertib selama 3 hari berturut, aku pun memintanya menertibkan diri di dalam kelas sendirian. Aku pun pergi meninggalkannya untuk menangani anak yang terlambat hadir ke sekolah. Tak berapa lama seorang siswa mengadukan kepadaku, "Bu, dia nangis Bu.."
Segera kupanggil dirinya ke kantor. Aku pun bertanya alasannya menangis. Dengan mata merah ia pun menjawab, "Saya diganggu Shireen, Bu.."
Ternyata setelah Shireen dipanggil dan menjelaskan alasannya beserta saksi, tidak ada kesalahan yang Shireen lakukan.
Kucoba tatap mata anak didikku yang satu ini. Dengan selembut mungkin aku coba berkata, "Nenekmu sudah bekerja keras mengasuhmu. Nenekmu itu sudah tua. Apa yang kira-kira dia rasakan kalau tau cucu kesayangannya tidak tertib di sekolah?"
Ia terdiam. Seribu rasa sedang bergejolak di benaknya. Aku kenal murid yang satu ini. Ibunya meninggalkannya pergi entah kemana, ayahnya pulang dan pergi sesuka hatinya. Hampir kebanyakan pulang dini hari. Saat anak menuju sekolah, ia masih di rumah. Saat anak pulang sekolah dia sudah tak ada. Begitulah hampir setiap hari. Mereka bersua hanya di pagi hari. Tanpa berbagi cerita dan rasa. Selama ini neneknyalah yang banting tulang mengasuhnya. Mempersiapkan seluruh keperluannya dan menjaga teman berbagi untuknya.
"Kamu pasti rindu sekali dengan ibumu, kan?" tanyaku kembali.
Ia hanya mampu menunduk.
"Kamu juga pasti ingin sekali bermain dengan ayahmu kan?"
Perlahan, air mata mengalir di pipinya. Ia menangis. Ya, siswa lelakiku menangis. Ia menangis sesungguhnya bukan karena teguran Shireen, tapi karena liku hidupnya yang penuh sepi. Sepi dari belaian ayah dan ibu. Sepi dan canda dan tawa sebuah keluarga. Ia menangis. Aku pun duduk di sampingnya.
"Allah hadiahkan cobaan untukmu karena kamu kuat. Kamu luar biasa." aku menghela nafas, "Nenekmu sudah mengerahkan seluruh tenaga untuk membahagiakanmu. Maka fokusmu saat ini adalah membahagiakannya. Belajar yang rajin, shalat dan berdoalah setiap hari agar ayah dan ibumu berkumpul kembali. Bisa kamu berubah, Nak?"
Ia terdiam masih dengan air mata yang meleleh di pipi. Kudekap ia bagai mendekap anak sendiri. Ia pasti rindukan dekapan ibunya. Kuusap air matanya. Ia pasti sudah lama memendam kesepian dalam jiwanya.
"Bisa kamu janji untuk berubah, Nakku?" kembali aku bertanya. Sesaat anggukan lembut ia hadiahkan. Iya, dia telah setuju. Setuju untuk berubah menjadi lebih baik di kemudian hari. Demi mendoakan ayah ibunya dan menghadiahkan rasa bangga untuk nenek yang telah berusah payah mengasuhnya. Semangat ya Nak..
###
Sungguh, berapa banyak anak di dunia ini yang masih punya ayah bunda namun tak menikmati kehadiran mereka di sisinya? Jarang bersua. Kalau pun bertatap muka, jarang bertegur sapa. Bagai anak yatim piatu di dunia. Tak ada tempat berkasih mesra. Bagai anak ikan di tengah kolam, yang besar sendiri kurang asuhan. Apakah anak kita juga bernasib sama? Coba tanyakan pada buah hati kita..
Next
« Next Post
« Next Post
Previous
Prev Post »
Prev Post »
0 komentar